NASKAH ASLI
Tujuan Penelitian ini yaitu untuk menganalisis dan menemukan hakikat peninjauan kembali lebih dari satu kali dari perspektif keadilan dan kepastian hukum, pemenuhan peninjauan kembali lebih dari satu kali atas asas peradilan asas peradilan cepat, murah, sederhana dan biaya ringan dalam sistem peradilan pidana dan putusan Mahkamah Konstitusi tentang peninjauan kembali lebih dari satu kali apakah dipedomani Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili permohonan peninjauan kembali.
Metode Penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian hukum normatif, dengan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute-approach), pendekatan konsep (conceptual approach), Pendekatan analitis (Analylitical Approach), pendekatan Filsafat (Philosophical Approah), dan pendekatan kasus (Case Approach).
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ketentuan peninjauan kembali lebih dari satu kali menimbulkan ketidakpastian hukum atas penyelesaian perkara dan membuat sistem peradilan pidana tidak dapat berjalan secara efektif untuk mencapai tujuannya untuk menanggulangi kejahatan serta tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan dalam mencegah pelaku tindak pidana untuk tidak mengulangi perbuatannya (prevensi khusus). Pemenuhan hakikat tujuan peninjauan kembali untuk memperoleh keadilan tidak terpenuhi karena tidak memberikan manfaat bagi masyarakat luas baik terpidana, korban maupun masyarakat. Oleh karena itu guna memperoleh keadilan, pembatasan peninjauan kembali diperlukan guna mewujudkan tujuan sistem peradilan pidana yang efektif dan mendukung pemidanaan mencapai tujuannya. Peninjauan kembali yang dilakukan lebih dari satu kali dalam praktik peradilan tidak memenuhi asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Pembatasan peninjauan kembali yang berlandaskan kepastian hukum dapat memenuhi asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Pengaturan mengenai peninjauan kembali memiliki disharmonisasi hukum sehingga Mahkamah Agung melalui putusannya nomor. No.144 PK /Pid.Sus/2016 dengan berlandaskan pada kepastian hukum mempedomani undang-undang kekuasan kehakiman, undang-undang mahkamah agung yang menjadi dasar dalam penerbitan Surat Edaran Mahkamah Agung dalam melakukan pemeriksaan permohonan peninjauan kembali.
SARAN REVISI
Penelitian ini bertujuan menganalisis dan menemukan hakikat peninjauan kembali lebih dari satu kali dari perspektif keadilan dan kepastian hukum, pemenuhan peninjauan kembali lebih dari satu kali atas asas peradilan cepat, murah, sederhana, dan biaya ringan dalam sistem peradilan pidana, dan apakah putusan Mahkamah Konstitusi tentang peninjauan kembali lebih dari satu kali dipedomani oleh Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili permohonan peninjauan kembali.
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan beberapa pendekatan: pendekatan perundang-undangan (statute-approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan analitis (analylitical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach), dan pendekatan kasus (case approach).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan peninjauan kembali lebih dari satu kali menimbulkan ketidakpastian hukum atas penyelesaian perkara dan menyebabkan sistem peradilan pidana tidak dapat berjalan secara efektif untuk mencapai tujuannya untuk menanggulangi kejahatan serta tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan dalam mencegah pelaku tindak pidana agar tidak mengulangi perbuatannya (pencegahan khusus). Hakikat tujuan peninjauan kembali untuk memperoleh keadilan tidak terpenuhi karena tidak memberikan manfaat bagi masyarakat luas, baik terpidana, korban maupun masyarakat. Oleh karena itu, untuk memperoleh keadilan, pembatasan peninjauan kembali diperlukan dalam mewujudkan tujuan sistem peradilan pidana yang efektif dan mendukung pemidanaan mencapai tujuannya. Peninjauan yang dilakukan kembali lebih dari satu kali dalam praktik peradilan tidak memenuhi asas peradilan cepat, murah, sederhana, dan biaya ringan. Pembatasan peninjauan kembali yang berlandaskan kepastian hukum dapat memenuhi asas peradilan cepat, murah, sederhana, dan biaya ringan. Pengaturan mengenai peninjauan kembali memiliki disharmonisasi hukum, sehingga Mahkamah Agung melalui putusannya Nomor 144 PK/Pid.Sus/2016 berlandaskan pada kepastian hukum mempedomani undang-undang kekuasan kehakiman, undang-undang mahkamah agung yang menjadi dasar dalam penerbitan Surat Edaran Mahkamah Agung dalam melakukan pemeriksaan permohonan peninjauan kembali.
TERJEMAHAN ASLI
The purpose of this study is to find out the nature of reviewing more than once from the perspective of justice and legal certainty, the fulfillment of reviewing more than once on the principles of fast, cheap, simple and low-cost justice in the criminal justice system and the decisions of the Constitutional Court. regarding the review of more than one time whether the Supreme Court is guided in examining and adjudicating the petition for review.
Research method use Doctrinal Research, with several approaches are statute approach, conceptual approach, Analylitical Approach, Philosophical Approach, and Case Approach.
The results of the study indicate that the provision of more than one time creates uncertainty over the law of the case and makes the criminal justice system unable to operate effectively to achieve the goal of overcoming crime and is not in accordance with the purpose of punishment in preventing criminal acts from repeating their actions (special prevention). Fulfillment of the nature of the goal and returning to obtain justice are not fulfilled because it does not provide benefits to the wider community, both convicts and community victims. Therefore, in order to obtain justice, there is a need to realize an effective criminal justice system and support sentencing to achieve its goals.The review that is carried out more than once in judicial practice does not meet the principles of fast, simple and low-cost justice. Restrictions on judicial review based on legal certainty can fulfill the principles of quick, simple and low-cost justice. The regulation regarding the review has a legal disharmony so that the Supreme Court through its decision number. No.144 PK/Pid.Sus/2016 based on legal certainty guided by the law on judicial power, the law on the Supreme Court which is the basis for the issuance of Circular Letters of the Supreme Court in examining requests for reconsideration.
SARAN REVISI TERJEMAHAN
This study aims to analyze and uncover the essence of multiple judicial reviews from the perspectives of justice and legal certainty, the fulfillment of multiple judicial reviews based on the principles of swift, inexpensive, simple, and low-cost trials within the criminal justice system, and whether the Constitutional Court’s decision regarding multiple judicial reviews is adhered to by the Supreme Court in examining and adjudicating requests for judicial reviews.
The study used a normative legal research method, utilizing several approaches: the statute approach, the conceptual approach, the analytical approach, the philosophical approach, and the case approach.
The findings of the study indicate that the provision allowing multiple judicial reviews creates legal uncertainty in case resolution and renders the criminal justice system ineffective in achieving its objectives of addressing crimes. It also conflicts with the goal of sentencing, which is to prevent offenders from reoffending (specific deterrence). The essence of the purpose of judicial review to achieve justice is not fulfilled, as it fails to benefit the broader society, including convicts, victims, and the public. Therefore, to achieve justice, limitations on multiple judicial reviews are necessary to realize the objectives of an effective criminal justice system and support the goals of sentencing. Judicial reviews conducted more than once in judicial practice do not meet the principles of swift, inexpensive, simple, and low-cost trials. Limiting judicial reviews based on legal certainty can fulfill these principles. The regulation on judicial reviews demonstrates legal disharmony. Consequently, the Supreme Court, through its decision Number 144 PK/Pid.Sus/2016, based on legal certainty, adheres to the Judiciary Law and the Supreme Court Law, which form the basis for the issuance of the Supreme Court Circular in examining requests for judicial reviews.
Disclaimer: Kami tidak memandang tulisan dari naskah asli itu salah. Kami hanya menunjukkan bahwa setelah kami revisi dan edit, hasilnya bisa berubah dan dalam pandangan kami dari beberapa perspektif naskahnya menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
Jika Anda tidak setuju atau ada komentar terkait saran revisi dan editing tersebut, silakan sampaikan masukan Anda kepada kami melalui WA 081331977939.
Layanan Konsultasi Penulisan Disertasi atau Revisi Ujian Disertasi: WA 081331977939